Rabu, 04 Januari 2012

materi tanya jawab iptek


Materi ke 12
1.         Apakah ada software standar NCHS untuk usia lebih dari 6th dan kurang 18th?
Jwb: ya, ada
Kel 10
2.         Kalau IMT untuk orang umur kurang dr 18 th pakai apa?

3.         Maksud dari kata risk of yang ada di tabel CDC itu apa?

Kel  6
4.         Bagaimana mempromosikan tiwul sebagai bahan makanan pokok?
Jwb: seorang yang dicontoh di masyarakat sebaiknya juga memberi contoh tentang budaya mengonsumsi makanan tradisional, jadi cara mempromosikannya yaitu kita mulai konsumsi dari diri sendiri sekaligus memberikan penyuluhan tentang bagaimana cara singkong ini dapat menggantikan posisi nasi
5.         Tiwul dan gatot instan yang dimaksud hanya sebagai selingan atau makanan pokok?

Kel 9:
6.         Biji picung yang digunakan sebagai pengawet akan bertahan selama 6 hari di suhu kamar atau suhu dingin?
Jwb: suhu ruang
7.         Manfaat lain buah picung?
Jwb: buah yg sdh digunakan dibuang karena beracun.
8.         Mana yang lebih baik antara makanan yang dihinggapi lalat atau yang diberi pengawet?
Jwb: Lebih baik yang diberi BTP daripada pengawet formalin
Kel 7
9.         Apa chitosan lebih aman dipakai sebagai pengganti formalin?
Kel 5
10.     Baik mana gudeg kaleng dengan gudeg biasa?
Gudeg kaleng lebih baik jika masa simpannya masih ada, karena gudeg kaleng sebenarnya  sama dengan gudeg biasa, bahkan yang gudeg kaleng telah dsterilisasi dr kuman dan telah diuji secara kimia adalah aman
Kel 8
11.   Apa beda WHO annthro dengan NCHS?
12.   Bagaimana mengubah pola pikir masyarakat  bahwa tiwul dan gatot dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti berat?
Jawab :
Perlu kesadaran masyarakat sendiri mengenai persepsi tersebut dan sebagai alternatif mungkin konsumsi tiwul dan gatot dapat digunakan sebagai selingan makan. Tidak makan nasi bisa makan tiwul atau gatot untuk mengganti nasi yang berperan sebagai sumber KH.
Ada peran seseorang  untuk mempromosikan tiwul dan gatot pada masyarakat sehingga masyarakat bisa tergugah dan mau mengikuti sesuai dengan promosi yang diberikan.
13.   Dalam singkong terdapat kandungan HCN. Bagaimana pengaruh sianida dalam makanan tiwul dan gatot terkait dengan bahwa sianida dapat menghambat penyerapan zat gizi lain dan bagaimana dengan kandungan zat gizi seperti KH, lemak dan protein dalam pengolahan tiwul dan gatot?
Jawab :
Sebelum diolah menjadi tiwul atau gatot, singkong terlebih dahulu direndam dan dijemur dengan demikian membuat HCN menguap dan hilang sehingga aman dikonsumsi.
1.       Bagaimana mengubah pola pikir masyarakat  bahwa tiwul dan gatot dapat dijadikan sebagai makanan pokok pengganti berat?
Jawab :
Perlu kesadaran masyarakat sendiri mengenai persepsi tersebut dan sebagai alternatif mungkin konsumsi tiwul dan gatot dapat digunakan sebagai selingan makan. Tidak makan nasi bisa makan tiwul atau gatot untuk mengganti nasi yang berperan sebagai sumber KH.
Ada peran seseorang  untuk mempromosikan tiwul dan gatot pada masyarakat sehingga masyarakat bisa tergugah dan mau mengikuti sesuai dengan promosi yang diberikan.
2.       Dalam singkong terdapat kandungan HCN. Bagaimana pengaruh sianida dalam makanan tiwul dan gatot terkait dengan bahwa sianida dapat menghambat penyerapan zat gizi lain dan bagaimana dengan kandungan zat gizi seperti KH, lemak dan protein dalam pengolahan tiwul dan gatot?
Jawab :
Sebelum diolah menjadi tiwul atau gatot, singkong terlebih dahulu direndam dan dijemur dengan demikian membuat HCN menguap dan hilang sehingga aman dikonsumsi.


pangan instan: TIwul dan gatot instan


PANGAN INSTAN

A.       PENDAHULUAN
Kemajuan ilmu dan  teknologi berkembang dengan pesat diberbagai bidang, termasuk dalam bidang  pangan, kemajuan teknologi ini membawa dampak positif maupun negatif. Dampak positif teknologi tersebut mampu meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan, juga meningkatkan diversivikasi, hygiene, sanitasi, praktis dan lebih ekonomis.  Dampak negatif kemajuan teknologi tersebut ternyata cukup besar bagi kesehatan konsumen dengan adanya penggunaan zat aditif yang berbahaya.
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002).  Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi  menu utama sehari-hari di rumah.
Ritme kehidupan yang menuntut segala sesuatu serba cepat, waktu terbatas, anak harus pergi sekolah sementara ibu dan bapak harus segera berangkat kerja, sebagai jalan pintas untuk sarapan disediakanlah makanan siap saji yang memakan waktu penyiapan 3 sampai 5 menit.  Siang hari pulang sekolah ibu dan bapak masih bekerja dikantor, anak-anak kembali menikmati makanan siap saji ini.  Selain mudah disajikan makanan  ini umumnya mempunyai cita rasa yang gurih dan umumnya disukai, terutama oleh anak-anak usia sekolah.
Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan “kaya”  zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003).
Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi  beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1) agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecitin 2) agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin, 3) agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan, 4) agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin, 5) agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit, 6) agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy-Anisol), 7)  agen pengembang untuk roti dan bolu, 8) agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG), 9) bahan pewarna.   Selain kesembilan zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3) bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7) gelatin .
Dewasa ini, makanan tradisional seperti tiwul dan gatot sudah mulai ditinggalkan, karena dianggap tiwul bukan makanan yang layak dikonsumsi, kedua, tiwul makanan orang miskin, ketiga, tiwul makanan yang dikonsumsi karena terpaksa akibat persediaan beras habis.
Pandangan seperti itu justru memperlemah ketahanan pangan kita, dan menghambat diversifikasi pangan untuk memperoleh gizi seimbang. Masyarakat akan malu kalau tidak makan nasi (beras), malu makan singkong, ubi jalar dan banyak lagi sumber karbohidrat negeri ini yang layak dikonsumsi. Pemenuhan kebutuhan karbohidrat masyarakat kita saat ini memang masih didominasi oleh beras. Indonesia merupakan salah satu negara pemakan beras tertinggi di dunia.
Tidak mengherankan bahwa hampir 60 persen konsumsi karbohidrat kita, didominasi oleh padi-padian. Padahal menurut ahli gizi, harusnya seimbang antara padi- padian dan umbi-umbian dan lainnya. Hal inilah yang harus dikoreksi agar tercipta sumberdaya manusia yang sehat. Masalah pangan bukan hanya soal ketersediaan, seperti pemikiran tahun 1960an. Walaupun ketersediaan cukup, apabila sulit didistribusikan dengan harga terjangkau, maka pangan tidak akan merata diakses oleh keluarga. Maka aspek distribusi juga sangat menentukan ketahanan pangan dan asupan gizi bagi anggota keluarga. NTB misalnya selalu mengalami surplus beras setiap tahunnya, namun rawan pangan juga terjadi.
Faktor lain yang sangat penting adalah daya beli masyarakat untuk memenuhi konsumsi yang memenuhi syarat gizi seperti energi dan protein. Dari data yang ada sebenarnya ketersediaan energi dan protein domestik telah melebihi kebutuhan. Namun, sebahagian masyarakat kita masih kekurangan kalori dan protein, karena daya beli yang rendah, dan kurang memahami keberagaman sumber pangan yang ada.
Kekeliruan mendasar dalam ketahanan pangan kita adalah persepsi masyarakat bahwa pangan itu identik dengan beras. Padahal sebenarnya sejak dahulu telah tumbuh budaya lokal (local wisdom) mengkonsumsi non-beras dalam pola makannya yang terbentuk dari keyakinan, tata-nilai, dan perilaku masyarakat.
Untuk Papua dan Irian Jaya Barat misalnya, mereka makan umbi-umbian dan sagu. Ubi jalar ternyata punya kelebihan dibanding beras. Ubi jalar lebih unggul vitamin A, karotenoid, vitamin C serta serat dibandingkan dengan beras. Tidak mengherankan mengapa orang Jepang gandrung mengkonsumsi ubi jalar yang merupakan salah satu komponen tempura.
Di berbagai daerah di Indonesia makanan pokok masyarakat adalah tiwul. Contohnya di Jawa timur, yaitu Kabupaten Nganjuk, Kediri, Trenggalek, Tulungagung, Pacitan, Lumajang, Malang Selatan, dan Kabupaten Gunung Kidul DIY.
Di beberapa daerah tersebut tanpa tiwul dalam satu hari serasa belum kenyang-merasa tenaganya kurang. Artinya mengkonsumsi tiwul bukan berarti keadaan masyarakat itu miskin, rawan pangan, kelaparan, tetapi merupakan budaya/perilaku pola makan masyarakat setempat. Kalau kita mengunjungi kampung Cirendeuy di Cimahi Jawa Barat yang seluruh masyarakatnya penganut ajaran Penghayat, mereka sangat menjunjung ajaran nenek moyangnya dalam mempertahankan pola konsumsi non-beras yaitu limbah aci atau ampas singkong yang mereka sebut nasi.
Harus diakui bahwa bahan pangan dari umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar, garut, talas, gadung, ganyong, gembili dan suweg) dalam bentuk segar memiliki kandungan kalori dan protein yang rendah. Karakteristik rendah kalori ubi segar dapat dihilangkan dengan memprosesnya menjadi bahan kering berupa irisan atau tepung dengan kadar air setara beras aman simpan.
Kandungan protein tepung ubi dapat ditingkatkan dengan menambahkan tepung kacang-kacangan sehingga menjadi tepung komposit. Tiwul merupakan salah satu bentuk olahan pangan dengan bahan baku ketela pohon yang dikeringkan, kemudian ditepung.
Penganekaragaman pangan antara lain melalui pengembangan tiwul instan merupakan alternatif yang paling rasional untuk memecahkan permasalahan kebutuhan pangan (khususnya karbohidrat). Penataan pola makan yang tidak tergantung pada satu sumber pangan (beras), memungkinkan tumbuhnya ketahanan pangan keluarga yang pada akhirnya dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional.




















B.     PERKEMBANGAN MUTAKHIR
Seiring berkembangnya makanan instan di dunia khususnya di Indonesia makanan tradisional pun sudah dirombak menjadi makanan instan. Beberapa makanan tradisional yang telah dikembangkan menjadi makanan instan diantaranya  bubur jagung instan, gatot instan, dan tiwul instan.
1.      Tiwul Instan
`           Nasi tiwul adalah makanan tradisional yang terbuat dari singkong/ketela pohon, yang umumnya masih diolah secara tradisional oleh para penduduk. Tapi sekarang ini sudah ada tiwul yang berbentuk kemasan, namanya tiwul instan,
Umbi singkong (ketela pohon/cassava) sudah sejak lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai salah satu bahan makanan yang cukup penting sebagai sumber asupan karbohidrat.
Selama ini masyarakat di pedesaan biasanya mengkonsumsi singkong dengan cara dimasak langsung (direbus, dikukus dan digoreng) atau dikeringkan terlebih dahulu di bawah terik matahari untuk dijadikan gaplek. Sebelum dimasak, gaplek biasanya ditumbuk terlebih dahulu menjadi tepung gaplek untuk selanjutnya dimasak dengan cara dikukus menjadi makanan yang dikenal dengan sebutan tiwul.
Sebagian masyarakat di pedesaan ada juga yang memanfaatkan umbi singkong sebagai bahan dasar pembuatan tape (di wilayah Jawa Barat dikenal dengan istilah peuyeum sampeu) melalui proses fermentasi dengan menggunakan ragi tape. Produk makanan berbahan baku umbi singkong khususnya goreng singkong dan tape sebetulnya sudah cukup memasyarakat sebagai makanan ringan yang banyak dijajakan oleh para pedagang makanan gorengan.
Berbeda dengan gorengan umbi singkong yang relatif banyak dikenal anggota masyarakat, makanan tiwul sampai saat ini masih belum begitu populer di masyarakat, terutama di perkotaan mengingat proses pembuatannya yang relatif cukup memakan waktu. Namun dari sisi pembentukan cadangan pangan, cara pembuatan tiwul yang melalui tahapan pembuatan gaplek sebetulnya memiliki kelebihan dibandingkan dengan konsumsi umbi singkong secara langsung. Sebab, gaplek bisa tahan disimpan lebih lama ketimbang disimpan dalam bentuk umbi singkong biasa.
Gaplek singkong yang diolah secara tradisional menjadi tiwul selama ini belum begitu dikenal sebagai sumber bahan makanan pokok masyarakat. Selain karena proses pembuatannya yang cukup memakan waktu, tiwul tradisional juga memiliki kandungan gizi yang relatif rendah jika dibandingkan dengan jenis makanan lainnya
Namun demikian dari sisi ketahanan pangan, pemberdayaan tiwul sebagai alternatif sumber makanan tetap perlu diperhitungkan. Lebih-lebih apabila sentuhan teknologi dapat mengatasi kendala ketidakpraktisan dan lamanya waktu proses penyiapan makanan tiwul. Sentuhan teknologi kembali diharapkan dapat mengatasi persoalan rendahnya kandungan gizi dalam bahan makanan tiwul melalui proses fortifi kasi (pengayaan kandungan nutrisi dengan berbagai zat gizi yang dibutuhkan tubuh manusia).
Pemberdayaan tiwul sebagai salah satu alternatif sumber makanan bagi masyarakat diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan nasional. Sebab, pemberdayaan tiwul sebagai sumber alternatif makanan masyarakat dapat mensukseskan program diversifi kasi pangan di dalam negeri. Dengan demikian, pemberdayaan tiwul dapat turut mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sejumlah bahan pangan utama seperti beras, terigu, jagung, kedelai dll.
Penelitian terkini tentang tiwul instan :
a.       Studi pembuatan kudapan tiwul instan dari tepung ubi kayu (Manihot utilissima) varietas kaspro dengan penambahan berbagai jenis tepung kacang-kacangan.
b.      Nutrifikasi tiwul instan dengan tepung telur (kajian dari kadar protein dan sifat organoleptik)
c.       Potensi, kendala dan peluang pengembangan agroindustri berbasis pangan lokal ubi kayu
Dalam perkembangannya, tiwul dapat menjadi pangan alternatif atau makanan fungsional yang dapat memembus kalangan menengah perkotaan layaknya roti atau mie. Hal ini dapat terwujud dengan lahirnya produk tiwul instan yang dikemas dengan kemasan plastik yang menarik. Selain memperpanjang masa simpannya, diharapkan dengan ditawarkannya produk siap saji dalam bentuk tiwul instan akan dapat meningkatkan antusiasme masyarakat untuk mengkonsumsinya, sehingga tujuan dari penganekaragaman pangan yang mendukung terciptanya ketahanan pangan dapat terwujud.
Cara pembuatan tiwul instan:
Bahan :
•Ubi kayu kuning
•Tepung tempe
Alat-alat :
•Seperangkat alat dapur
•Kompor
•Penggiling
Proses Pembuatan:
1)      Persiapan bahan meliputi, pengupasan, pemotongan dan pencucian, kemudian dilakukan penjemuran dibawah sinar matahari atau menggunakan alat pengering hingga kering (ka. 12%).
2)      Setelah ubi kayu kering dilakukan penggilingan hingga menjadi tepung.
3)      Tepung gaplek dicampur secara merata dengan tepung tempe (15%).
4)      Pengukusan dilakukan untuk mematangkan adonan dan dilakukan selama 20-25 menit dengan suhu 85-90°C sehingga dihasilkan tiwul.
5)      Tiwul yang telah dikukus dikeringkan kembali dalam oven atau sinar matahari sehingga cukup kering (diperoleh tiwul instan), sebelum dikemas tiwul harus didinginkan terlebih dahulu pada suhu ruang.


2.      Gatot Instan
Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, orang mengenal gatot sebagai makanan orang susah. Jika beras mahal atau sawah mengalami kekeringan, orang desa masih sering mengonsumsi makanan olahan singkong ini. Kita masih bisa menjumpai makanan ini di sejumlah daerah, seperti Kabupaten Wonogiri di JawaTengah, Gunung Kidul, Yogyakarta, dan Blitar di Jawa Timur. Bahkan pada saat penjajahan Jepang, gatot pernah menjadi makanan pokok orang-orang desa karena sulitnya mendapatkan beras pada saat itu.
Dari tampilannya, gatot memang membuat beberapa orang tidak berselera untuk memakannya karena warnanya yang hitam dan lengket. Gatot sendiri sebenarnya berasal dari gaplek (singkong -Manihotesculenta/Manihot utillisima- yang telah dikupas dan dikeringkan), namun dipilih yang kehitaman. Belum jelas juga mengapa warnanya bisa kehitaman. Beberapa sumber mengatakan, warna tersebutdiperoleh dari semacam jamur (kapang) yang tumbuh akibat proses penjemurannya yang sangat lama(sekitar 1 minggu) dan disertai proses menghujan-hujankan atau dapat pula diperoleh dari prosespemeraman dalam wadah tertutup hingga berjamur. Keberadaan jamur pada singkong, menyebabkanterjadinya proses fermentasi yang membuat pati dalam singkong rusak dan (mungkin) lebih mudahdicerna. (darikompas, dengan perubahan)
Walaupun makanan ini terlihat ‘ekstrim’, namun sampai saat ini jarang ada laporan terjadinyakeracunan. Satu-satunya laporan keracunan yang didapat, keracunan tersebut disebabkan karena padasaat penjemuran gaplek yang akan dijadikan gatot mengalami kontaminasi limbah karena dijemur ditepi sungai. Malah, menurut dosen IBM (ilmu bahan makanan) di kampus (aku lupa siapa.. oh,dosen,, maafkan muridmu.. :D) singkong yang telah dikeringkan (dengan proses yang bersih) lebihaman dikonsumsi dari singkong biasa, karena pada saat pengeringan, racun alami pada singkong ;linamarin dan lotaustralin (jenis racun sianida) akan ikut menguap.Proses pembuatannya :Membuat gatot diawali dengan proses merendam gaplek yang kehitaman dalam waktu semalaman.Setelah itu, air rendamannya dibuang dan gaplek hitamnya kemudian dicuci bersih dan dikecil-kecilkan. Karena sudah mengalami perendaman, gaplek jadi mudah untuk dipotong-potong. Proses selanjutnya, gaplek hitam lunak yang sudah dicuil-cuil itu kemudian ditanak, layaknya menanak nasi.Sekitar dua jam kemudian, diangkat dari tungku serta ditata dalam tampah agar cepat dingin. (dari suara merdeka.com dengan sedikit perubahan)
Kandungan gizi :Kandungan asam amino atau protein dalam gatot lebih besar daripada pada singkong, karenakeberadaan jamur yang memproduksi asam amino dari bahan pati singkong.Nilai gizi gaplek sendiri sebagai sumber karbohidrat lebih tinggi dibandingkan beras. Setiap 100 gr mengandung 35,3 gram. Namun, kandungan zat lain yang terdapat pada singkong (vitamin danmineral) relatif lebih kecil daripada beras, terutama setelah pengolahan. Meskipun begitu, singkong danolahannya memiliki kandungan serat yang lebih tinggi daripada beras. Oleh karena itu perlu diolahmenjadi makanan pelengkap dengan cara mengkombinasikan dengan pangan lainnya yang mempunyainilai gizi lebih tinggi maka akan sangat bermanfaat sebagai bahan pangan.
Cara membuat Gatot instan:
Bahan:
½ kg     gathot instant
2 ltr       air
½ btr     kelapa parut, kukus.
½ sdt    garam halus.


Cara membuatnya:
1. Rendam Gathot (gaplek) dalam air selama 30 menit, angkat, tiriskan.
2. Kukus dalam dandang yang sudah beruap selama 20 menit.
3. Sajikan bersama kelapa parut.
4. Jika suka, Gathtot bisa juga diberi gula jawa secara acak saat dikukus.




C.    PENUTUP
a.      Kesimpulan
Pangan instan adalah prodak makanan yang diolah sedemikian rupa sehingga konsumennya dapat secara instan menggunakannya. Ada banyak jenis makanan yang beredar didunia seperti mi instan, bubur instan, nasi goreng instan, santan instan, dan makanan tradiasional instan pun juga mudah didapatkan, seperti tiwul dan gatot instan. Makanan tradisional asli seperti tiwul dan gatot sudah mulai ditinggalkan, karena dianggap tiwul bukan makanan yang layak dikonsumsi, kedua, tiwul makanan orang miskin, ketiga, tiwul makanan yang dikonsumsi karena terpaksa akibat persediaan beras habis.
Pandangan seperti itu justru memperlemah ketahanan pangan kita, dan menghambat diversifikasi pangan untuk memperoleh gizi seimbang. Masyarakat akan malu kalau tidak makan nasi (beras), malu makan singkong, ubi jalar dan banyak lagi sumber karbohidrat negeri ini yang layak dikonsumsi. Pemenuhan kebutuhan karbohidrat masyarakat kita saat ini memang masih didominasi oleh beras. Indonesia merupakan salah satu negara pemakan beras tertinggi di dunia
b.      Daftar Pustaka
http://www.shvoong.com/medicine-and-health/1639515-dampak-makanan-siap-saji bagi/#ixzz1ZscJuAgC

DAMPAK MAKANAN dan MINUMAN INSTAN BAGI KESEHATAN Description: Description: logo besar


DAMPAK MAKANAN dan MINUMAN INSTAN BAGI KESEHATAN

A.    PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan bervariasi saat ini sudah semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya produk-produk makanan yang dijual di pusat-pusat penjualan produk makanan. Kesadaran ini dipengaruhi oleh semakin majunya teknologi informasi di bidang pangan, sehingga masyarakat atau konsumen lebih sadar terhadap segala perubahan yang ada. Perubahan-perubahan ini ternyata secara tidak langsung mengubah selera dan kebiasaan masyarakat akan produk pangan yang dikonsumsinya.
Kebiasaan masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan ini juga dipengaruhi oleh gaya hidup masyarakat yang sudah semakin dinamis dikarenakan tuntutan pekerjaan atau customer yang semakin tinggi. Kebutuhan hidup yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat melakukan upaya-upaya yang lebih keras untuk menutupi kebutuhannya tersebut. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya seorang ibu rumah tangga yang ikut bekerja untuk membantu suami dalam mencari nafkah.
Seorang ibu rumah tangga yang ikut bekerja untuk membantu suami akan mengakibatkan berkurangnya waktu yang tersedia untuk menyiapkan kebutuhan keluarga. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi gaya atau cara konsumsi dari suatu keluarga khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
Pola kehidupan masa kini dicirikan dengan tingginya biaya hidup, emansipasi atau karena alasan lain menyebabkan wanita bekerja diluar rumah. Data statistik tahun 2002 menunjukkan bahwa wanita yang bekerja pada angkatan kerja berjumlah 33,06 juta atau 44,23% dari jumlah total usia wanita antara 15-60 tahun (BPS, 2002).  Wanita sebagai ibu rumah tangga dan sebagian lain berprofesi bekerja di luar rumah, karena keterbatasan waktu dan kesibukan, serta sulitnya mencari pramuwisma menyebabkan makanan siap saji menjadi  menu utama sehari-hari di rumah.
Tingginya aktivitas masyarakat yang didorong oleh semakin tingginya kebutuhan masyarakat ini menyebabkan pola konsumsi pangan masyarakat berubah. Perubahan pola atau gaya hidup, juga menjadi faktor pemicu terjadinya perubahan pola konsumsi. Misalnya, orang zaman sekarang semakin sibuk dengan jam kerja lebih panjang, mendorong mereka untuk memilih makanan yang penyajiannya lebih praktis tapi tetap beragam.
Selain itu mahalnya bahan pangan saat ini membuat masyarakat beralih ke makanan – makanan cepat saji atau Instant. Banyak sekali makanan cepat saji (Instant) yang beredar, baik dalam bentuk cair maupun padat. Bahkan sebagian masyarakat menjadikan makanan cepat saji sebagai makanan pokok sehari – hari.
Masalah lain yang jadi fenomena dimasyarakat adalah tersedianya berbagai jajanan yang dikemas dapat dipastikan “kaya”  zat aditif. Tercatat 13 jenis snack mengandung bahan aditif dalam kandungan yang cukup tinggi (Republika, 2003). Pertanyaan yang muncul adalah sejauh manakah bahan-bahan aditif tersebut terkonsumsi dan terakumulasi dalam tubuh, bagaimana dampaknya bagi kesehatan? Dan bagaimana tindakan konsumen terutama ibu-ibu rumah tangga dalam memilih, mengolah makanan yang aman, higienis, cukup gizi dan menyehatkan anggota keluarganya?

'  Pengertian Makanan Siap Saji dan Kesehatan Konsumen
Makanan siap saji
Makanan  siap saji yang dimaksud adalah jenis  makanan yang dikemas, mudah disajikan, praktis, atau diolah dengan cara sederhana. Makanan tersebut umumnya diproduksi oleh industri pengolahan pangan dengan teknologi tinggi dan memberikan berbagai zat aditif untuk mengawetkan dan memberikan cita rasa bagi produk  tersebut.  Makanan siap  saji biasanya berupa  lauk pauk dalam kemasan, mie instan, nugget, atau juga corn flakes sebagai makanan untuk sarapan.
'  Zat Aditif Makanan
Zat aditif adalah bahan kimia yang dicampurkan ke dalam makanan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas, menambahkan rasa dan memantapkan kesegaran produk tersebut.


'  Kemasan Makanan
Kemasan makanan adalah wadah atau tempat makanan agar kualitas  makanan tetap baik, meningkatkan penampilan produk, dan memudahkan transportasi.
'  Sehat
Sehat adalah berfungsinya organ tubuh secara fisiologis normal. Dalam konsumsi pangan konsumen tidak hanya menilai dari citarasa dan nilai gizinya tetapi juga mempertimbangkan pengaruh pangan terhadap kesehatan dan kebugaran tubuh, atau menurunkan efek negatif suatu penyakit, dan kalau memungkinkan menyembuhkan penyakit tersebut.
Jenis Zat Aditif dan Kemasan  Makanan
Menurut Majeed (1996) zat aditif dapat dibagi menjadi  beberapa kelompok berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
1)      agen emulsi yaitu aditif yang berbahan lemak dan air contohnya lecithin
2)       agen penstabil dan pemekat contohnya alginat dan gliserin,
3)      agen penghalang kerak untuk mencegah penggumpalan,
4)      agen peningkatan nutrisi contohnya berbagai vitamin,
5)      agen pengawet contohnya garam nitrat dan nitrit,
6)      agen antioksidan contohnya vitamin C dan E ; BHT (Butylated Hydroxy-Toluen) dan BHA (Butylated Hydroxy-Anisol),
7)      agen pengembang untuk roti dan bolu, agen penyedap rasa contoh monosodium glutamat (MSG),
8)      bahan pewarna.   Selain kesembilan zat aditif diatas Denfer (2001) juga menyatakan terdapat bahan lain yang ditambahkan dalam makanan diantaranya: 1) agen peluntur, 2) lemak hewani, 3) bahan pengasam, 4) bahan pemisah, 5) pati termodifikasi, 6) alkohol, dan 7) gelatin .
Di samping bahan-bahan yang telah disebutkan diatas yang menggunaan, ukuran dan aturannya sudah ditentukan sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI), yang patut kita waspadai adalah adanya pewarna maupun pengawet yang ditambahkan yang penggunaannya bukan untuk makanan seperti, borak dan formalin sebagai pengawet yang telah dilaporkan oleh Suriawiria (2003). Dimana disinyalir 86,2% mie basah yang terdapat dipasar dan swalayan mengandung formalin. Selain itu warna merah pada terasi 50% adalah menggunakan pewarna rhodamin B yang seharusnya digunakan untuk tekstil. Selain itu rhodamin juga biasa diberikan dalam sirop untuk menimbulkan warna merah.
Kemasan Makanan Siap Saji
Sampai saat ini menurut Ketua Federasi Pengemasan Indonesia Hengky Darmawan di Indonesia sistem pengemasannya baru 10% yang sesuai aturan SNI.  Pemilihan jenis kemasan harus memperhatikan food grade dan food safety (Kompas, 2003).
Beberapa faktor yang mempengaruhi produsen dalam memilih kemasan adalah tampil menarik, mampu melindungi produk yang dikemas, dan pertimbangan ekonomis.  Bahan yang digunakan selama ini berupa plastik atau styrofoam (pembungkus mie instant dan  nugget), PVC (polyvinyl clorida untuk pembungkus kembang gula), kaleng (makanan buah, susu, makanan lauk-pauk).

B.     KASUS AKIBAT MENGKONSUMSI MAKANAN INSTAN
Situs berita Health DaysNews belum lama ini menyatakan tahun ini di Amerika Serikat (AS) saja sudah ada 57.000 orang meninggal akibat kanker usus besar. Mayoritas (97 persen) penderitanya adalah mereka yang berusia di atas 40 tahun. Di Indonesia pasiennya belum terdeteksi secara pasti. Namun Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta menyatakan setiap tahun menerima 50 pasien baru penderita kanker usus besar.
Kasus yang menimpa Hilal Al Jajira.  Sejak balita, bocah berumur 6 tahun itu kerap mengkonsumsi mi instan, bahkan menjadi menu sehari-hari. Kemudian ditemukann kebocoran pada usus, yang dikibatkan kedua sisinya lengket satu sama lain. Untuk mengantisipasi hal itu, dokter terpaksa melakukan operasi dengan memotong usus yang lengket tersebut.
Disamping bahaya dari zat aditif makanan siap saji diatas, bahaya lain yang dihadapi oleh konsumen/pengguna makanan siap saji adalah efek samping bahan pengemas.   Unsur-unsur bahan pengemas yang berbahaya bagi kesehatan konsumen karena  terdapatnya zat plastik  berbahaya seperti PVC  yang dapat menghambat produksi hormon testosteron (Atterwill dan Flack, 1992)  kemasan kaleng disinyalir mengandung timbal (Pb) dan VCM (Vinyl Chlorid Monomer) yang bersifat karsinogenik yaitu memacu sel kanker (Media Indonesia, 2003), dan styrofoam bersifat mutagenik (mengubah gen) dan karsinogenik  (Kompas, 2003).

C.    PENELITIAN MENGENAI MAKANAN INSTAN
Penelitian University of Bristol, Inggris ini menunjukkan, anak-anak yang makan lebih banyak chip, keripik, biskuit dan pizza sebelum usia tiga tahun memiliki IQ lebih rendah lima tahun kemudian. Mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji, IQ-nya bisa lebih rendah lima poin IQ dibandingkan dengan anak-anak diberikan diet sehat dengan buah, sayur dan rumah-makanan yang dimasak.
Menurut penelitian di Kanada, kebiasaan makanan cepat saji dapat menyebabkan pikun lebih dini, seperti diutarakan laman Shine. Selain itu, mengonsumsi makanan cepat saji secara rutin juga meningkatkan risiko kerusakan memori otak dan mengancam terjadinya demensia. Lemak jenuh dan tingginya kadar gula yang terkandung dalam makanan cepat saji telah ditemukan sebagai biang keladi hilangnya memori itu.

D.    BTM PADA MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN
BTM bermacam-macam
Jika suatu zat kimia yang ditambahkan pada makanan dapat menyebabkan kanker, zat kimia itu harus dilarang pemakaiannya. Ini sebuah prinsip yang telah menjadi hukum di AS dan telah diundangkan sejak 1958. Namun, produsen bisa pula berdalih, bagaimana jika zat kimia itu mampu mencegah racun botulism yang mematikan yang terdapat pada daging kalengan? Nitrit adalah senyawa pengawet itu, yang biasanya ditambahkan pada daging kalengan dan menimbulkan perdebatan berlarut-larut. Keberadaan BTM adalah untuk membuat makanan tampak lebih berkualitas, lebih menarik, serta rasa dan teksturnya lebih sempurna. Zat-zat itu ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun hasilnya sungguh menakjubkan.
BTM ternyata sudah lama digunakan dalam pengawetan makanan. Orang Romawi kuno menggunakan garam untuk mengawetkan daging, dan sulfur untuk mencegah terjadinya oksidasi pada minuman anggur. Kini, keprihatinan masyarakat semakin bertambah dengan semakin panjangnya daftar BTM. Ini meliputi jenis BTM yang telah diizinkan maupun dari jenis yang belum diteliti.
Pendapat yang sering kontroversial adalah kemungkinan timbulnya kanker akibat BTM. Sebenarnya, kanker adalah penyakit dengan beberapa penyebab yang bersifat kompleks. Sebagian kanker justru diduga disebabkan oleh faktor lingkungan, misalnya asap rokok, polusi udara, sinar ultraviolet, dll. Kanker berkembang sangat lambat dalam tubuh manusia. Biasanya memakan waktu 5 - 10 tahun setelah seseorang kontak dengan bahan karsinogenik (penyebab kanker).
Karena itu mencari penyebab kanker pada manusia menjadi lebih sulit. Untuk menguji suatu zat menyebabkan kanker, maka dilakukan percobaan pada binatang. Secara alami usia hewan percobaan (tikus) adalah 2 - 3 tahun. Karena itu hewan ini mampu memberikan informasi cukup setelah diberi makanan tertentu yang mengandung zat yang diduga bersifat karsinogenik. Munculnya kanker pada hewan percobaan akan membuat kita lebih berhati-hati ketika memilih makanan kemasan yang mengandung zat karsinogenik itu.
Sampai saat ini belum ada dampak langsung (seketika) yang menunjukkan BTM berakibat buruk pada janin dalam kandungan. Namun, pada binatang percobaan terlihat sakarin (pemanis buatan) bersifat racun bagi janin. Meskipun hal ini masih perlu penelitian yang lebih intens, sebaiknya ibu hamil berhati-hati ketika memilih makanan atau minuman kemasan yang mengandung sakarin.
Pada dekade 1970 - 1980-an terjadi perdebatan cukup panjang tentang dampak monosodium glutamate atau MSG (bumbu masak). Tikus muda yang baru lahir mengalami cacat setelah diberi ransum mengandung MSG. Penelitian lainnya menggunakan anak ayam menunjukkan munculnya gejala-gejala mengantuk setelah anak ayam mengonsumsi MSG. Itulah sebabnya MSG pernah dilarang pada makanan bayi di Inggris dan Singapura. Penelitian yang sama, yang dilakukan pada kera dan anjing, ternyata tidak membuktikan hal itu.
Penggunaan bahan pengawet paling banyak digunakan di Indonesia adalah sulfit, nitrit, BHA atau BHT, dan benzoat. Perdebatan para ahli mengenai aman tidaknya behan pengawet itu masih seru. Sebagian orang beranggapan, belum ada BTM yang pernah menyebabkan reaksi serius bagi manusia dalam jumlah yang sering ditemukan pada makanan. Namun, bukti lain menunjukkan, pemakaian dalam jangka panjang dapat menimbulkan masalah kesehatan.
Bahan pengawet sulfit dapat menyebabkan reaksi cukup fatal bagi mereka yang peka. Bagi penderita asma, sulfit dapat menyebabkan sesak dada, sesak napas, gatal-gatal, dan bengkak. Sulfit digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Jenis produk seperti jus buah, sosis, dan acar kering sering menggunakan pengawet ini.
Pada 1989 terdapat kasus biskuit beracun yang menelan korban 38 jiwa manusia. Ini akibat mengonsumsi natrium nitrit yang secara tidak sengaja ditambahkan pada makanan karena kekeliruan. Nitrit adalah pengawet pada daging. Pada daging kalengan (corned) nitrit bisa digunakan dengan dosis 50 mg/kg.
Awalnya, nitrit dan nitrat digunakan untuk memperoleh warna merah yang seragam pada daging yang diawetkan. Belakangan diketahui, zat itu dapat menghambat pertumbuhan bakteri Clostridium botulinum yang sering muncul pada makanan awetan. Penggunaan nitrit dan nitrat semakin meluas seperti pada pembuatan sosis, ham, dan hamburger.
Jika makanan diawetkan, umumnya akan kehilangan vitamin A dan E. Kedua vitamin itu bersifat sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang menyebabkan kerusakan. Penggunaan BHA/BHT juga sebagai antioksidan, namun sudah ada penelitian yang membuktikan bahwa BHA/BHT sebenarnya kurang baik karena menyebabkan kelainan kromosom sel bagi orang yang alergi terhadap aspirin.
Pengguanaan pengawet benzoat dimaksudkan untuk mencegah kapang dan bakteri khususnya pada produk sirup, margarin, kecap, selai, jeli, dan cider. Benzoat sejauh ini dideteksi sebagai pengawet yang aman. Di AS benzoat termasuk senyawa kimia pertama yang diizinkan untuk makanan. Senyawa ini digolongkan dalam Generally Recognized as Safe (GRAS). Bukti-bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap hewan maupun manusia. Ini karena hewan dan manusia mempunyai mekanisme detoksifikasi benzoat yang efisien.
Dilaporkan bahwa pengeluaran senyawa ini antara 66 - 95% jika benzoat dikonsumsi dalam jumlah besar. Sampai saat ini benzoat dipandang tidak mempunyai efek teratogenik (menyebabkan cacat bawaan) jika dikonsumsi melalui mulut, dan juga tidak mempunyai efek karsinogenik.

E.     PRODUK-PRODUK MAKANAN INSTAN
1.      Bubur Instant Berenergi Abon Sapi - Makanan Instant Bergizi
Informasi Produk
Description: E:\Tugas Semester 5\Iptek Mutakhir\148841_122393787819847_104139289645297_136397_1633207_n.jpg
-        Nama Produk : Super Bubur Bubur Instant Berenergi Abon Sapi
-        Kategori : Bubur Instant Berenergi Abon Sapi
-        Jenis Produk : Makanan Instan
-        Kemasan : Plastik (Isi Angin) Berat Bersih 49 gram
-        Warna Kemasan : Merah, putih, hijau dengan latar belakang oranye.
-        Komposisi : Bubur beras instant, garam, gula, bubuk ayam, daun bawang, bubuk bawang putih, penguat rasa (mononatrium glutamat), bubuk lada, vitamin (A, B1, B2, B6, B12).
-        Serta komposisi tambahan lain seperti : kerupuk, sambal, abon, kecap asin.
-        Harga Perkiraan : Rp. 2.800,-

Ø  Informasi Nilai Gizi / Kandungan Nutrisi
Takaran Saji : 49 gram / Jumlah Sajian Per Kemasan : 1
-        Total Kalori : 180
-        Kalori dari lemak : 40
-        Lemak total : 4,5 gram / 7%
-        Protein : 3 gram / 5%
-        Karbohidrat total : 33 gram / 11%
-        Natrium : 1020 mgram / 44%
-        Vitamin A : 20%
-        Vitamin B1 : 35%
-        Vitamin B2 : 20%
-        Vitamin B6 : 20%
-        Vitamin B12 : 25%
Persen angka kebutuhan gizi (%AKG) berdasarkan diet 2000 kalori AKG dapat lebih tinggi atau lebih rendah tergantung pada kebutuhan kalori masing-masing.
Cara Penyajian / Sugested Preparation (Cara Membuat Bubur Instan) :
1)      Masukkan bubur instan ke dalam mangkok.
2)      Tuang air panas 250 cc (satu gelas penuh), aduk sampai rata, diamkan kira-kira 3 menit sampai bubur mengental.
3)      Tambahkan kecap dan sambal sesuai selera.
4)      Tambahkan krupuk dan abon sapi. Super bubur siap dihidangkan.
Seduh - Tidak perlu dimasak dengan air mendidih, cukup diseduh dengan air panas.
Lengkap - Sudah termasuk tambahan bahan pelengkap seperti abon sapi, kerupuk, kecap, sambal dan bawang goreng.
Bergizi mengandung 5 vitamin :
-        Vitamin A membantu fungsi penglihatan
-        Vitamin B membantu metabolisme karbohidrat menjadi energi.











2.      Macam mie instan
Description: E:\Tugas Semester 5\Iptek Mutakhir\indo-fk1.jpg
1)      Indomie Rasa Soto Mie
-     Energi = 340 kkal
-     Energi dari lemak = 110 kkal
-     Lemak total = 12 gr / 22%
-     Lemak jenuh = 4 gr / 19%
-     Kolesterol = 0 mg / 0%
-     Karbohidrat = 50 gr / 15%
-     Serat makanan = 2 gr / 9%
-     Gula = 2 gr / 9%
-     Protein = 7 gr / 15%
-     Natrium = 600 mg / 25%
-     Vitamin A = 60% AKG
-     Vitamin B12 = 20% AKG
-     Vitamin B1 = 40% AKG
-     Vitamin C = 6% AKG
-     Vitamin B6 = 26% AKG
-     Pantotenat = 10% AKG
-     Kalsium = 2% AKG
-     Niasin = 25% AKG
-     Asam folat = 25% AKG
-     Zat besi = 30% AKG


3.      MINUMAN INSTAN
a.       Teh instan
 





Komposisi : gula, ekstra teh, asam sitrat, bubuk jeruk nipis (atau rasa yang lain), pencita rasa jeruk, tanpa zat pengawet, tanpa pemanis buatan.
Produk Sari Wangi ini dijual dalam kemasan sachet, 18 gram. Rasanya bermacam-macam, ada yang jeruk nipis, jahe, dll. Karena instan menyajikannya pun mudah: masukkan serbuk ke gelas, cukup tuang air panas, aduk-aduk, siap diminum.

b.      Kopi instan

 



Menurut jenisnya produk kopi bisa dibagi menjadi tiga bagian besar :
-       Kopi dengan gula
-       Kopi, gula, dan susu
-       Kopi, gula dan krimmer
-       Kopi dengan berbagai rasa seperti moka, jahe, ginseng, dll
-       Cappuccino

c.       Saus






d.      Gudeg instan
Description: E:\Gudeg-Kaleng.jpg

F.     DAMPAK MENGKONSUMSI MAKANAN INSTAN
Dampak Makanan Siap Saji
Manfaat Makanan Siap Saji
Makan siap saji yang beredar saat ini tercatat 500 – 600 jenis (Media Indonesia, 2003). Jenis tersebut terdiri dari minuman dan makanan yang diproduksi dalam skala kecil dan besar.  Ketersediaan makanan siap saji ini akan memberikan kemudahan pemilihan jenis makanan, keragaman makanan, kualitas makanan dan praktis.
Bahaya Makanan Siap Saji
World Health Organization (WHO) dan Food and Agricultural  Organization (FAO) menyatakan bahwa ancaman potensial dari residu bahan makanan terhadap kesehatan manusia dibagi dalam 3 katagori yaitu : 1) aspek toksikologis, katagori residu bahan makanan yang dapat bersifat racun terhadap organ-organ tubuh, 2) aspek mikrobiologis, mikroba dalam bahan makanan yang dapat mengganggu keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan, 3) aspek imunopatologis, keberadaan residu yang dapat menurunkan kekebalan tubuh.
Dampak negatif zat aditif terhadap kesehatan dapat secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek maupun  jangka panjang.
Description: http://www.eurekaindonesia.org/wp-content/uploads/zat-aditif.jpg
Dampak positif :
-        Hemat waktu dan biaya
-        Praktis
-        Mudah dalam persiapan
-        Mudah ditemukan/didapat
-         
Dampak negatif
-        Kurang dalam kandungan gizi
-        Banyak mengandung Bahan Tambahan Pangan
-        Bisa menyebabkan gangguan kesehatan/efek dalam jangka panjang sebab :
                                                 a.      Kandungan garam sodium dan karbohidratnya sangat tinggi
                                                b.      mengandung bahan penyedap buatan seperti Monosodium Glutamat (Vetsin) yang membuat makanan terlalu gurih. Juga mengandung sakarin dan gula bit, sehingga makanan menjadi terlalu manis, akibatnya sulit diserap oleh tubuh.
                                                 c.      bahan penyedap dan pengawet buatan yang membuat jenis makanan berwarna-warni jika dikonsumsi terus menerus akan membahayakan tubuh, sebab zat pewarna ini berasal dari bahan kimia.
-        Penghamburan uang, makanan ringan banyak disukai karena kemasannya bagus, menarik, iklannya terus menerus ditayangkan di televise. Akibatnya membuat orang penasaran dan tertarik untuk mencoba makanan tersebut.
-        Dapat mengurangi selera makan seseorang, sehingga dapat menghambat pertumbuhan.

Upaya Meminimalisasi Dampak Negatif
Untuk mengurangi dan meminimalisasi dampak negatif zat aditif makanan dapat di upayakan dengan beberapa cara antara lain :
                         a.      Secara Internal
Mengurangi konsumsi makanan siap saji, meningkatkan konsumsi sayur dan buah-buahan serta mengkonsumsi vitamin. Beberapa vitamin diduga mengandung zat antikarsinogen diantaranya adalah Vitamin A, C, E banyak terdapat dalam sayur dan buah; asam folat terdapat dalam brokoli, bayam dan asparagus: Betakaroten, Vitamin B3 (niasin), vitamin D dalam bentuk aktif (1.25-hidroksi) terdapat pada mentega, susu, kuning telur, hati, beras dan ikan.
Memberi pengertian pada keluarga tentang bahaya zat aditif, mengawasi, mengontrol  pemberian dan penggunaan uang jajan dan membiasakan membawa bekal  makanan sehat dari rumah
                        b.      Secara Eksternal
Produsen; diperlukan kesadaran dan tanggung jawab produsen terhadap penggunaan zat aditif pada bahan pangan yang diproduksikan, memberikan informasi yang jelas komposisi makanan termasuk zat aditif yang ditambahkan
Pemerintah; melakukan pengawasan dan menindak tegas produsen yang melanggar aturan yang berlaku. Meneruskan kegiatan PMT-AS (Program Makanan Tambahan-Anak Sekolah) dengan memanfaatkan sumber makanan lokal.
Non-pemerintah (LSM); memfasilitasi terbentuknya kelompok konsumen, mendorong peran serta masyarakat sebagai pengawas kebijakan publik, mengantisipasi kebijakan global yang berdampak pada konsumen, melakukan pengawasan dan bertindak sebagai pembela konsumen. []

G.    PENUTUP
Memang tuntutan kepraktisan dan ketersediaan waktu yang semakin sempit karena kesibukan; konsumen memang memerlukan pangan yang lebih praktis. Namun demikian, konsumen perlu selalu berusaha mengembangkan perilaku hidup sehat; termasuk perilaku makan sehat dengan menu pangan yang sehat. Secara umum, perilaku makan sehat yang perlu disampaikan adalah Konsumsi aneka ragam jenis pangan dan Jangan berlebih-lebihan terhadap salah satu jenis produk pangan.
Dalam menyusun menu sehari-hari, upayakan minimal harus terdiri dari 3 kelompok pangan; yaitu pangan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Produk pangan olahan, bisa digunakan sebagai pilihan dalam menyusun menu yang menarik dan bervariasi. Untuk memilih produk pangan olahan, biasakan membaca label, meneliti ada tidaknya nomor pendaftaran oleh BPOM atau Dinas Kesehatan, dan menggunakannya sesuai dengan petunjuk penggunaan dan penyimpanannya.



DAFTAR PUSTAKA





http://xamthoneplus.acepsuherman.com/2011/11/jus-manggis/dampak-negatif-makanan-cepat-saji-bagi-kesehatan/

http://www.scribd.com/doc/11681545/Jurnal